Cerita Asli KKN di Desa Penari versi Widya, Lebih Horor dan Lengkap dari Thread SimpleMan

photo author
- Minggu, 15 Mei 2022 | 13:34 WIB
Film Desa KKN Penari  (tangkap layar /Instagram @manojpunjabimd)
Film Desa KKN Penari (tangkap layar /Instagram @manojpunjabimd)

Malam sangat dingin, dingin sekali. Hanya kabut di tengah kegelapan yg bisa Widya lihat. Butuh perjuangan keras untuk sampai ketika Widya sampai di puncak Tapak tilas.

Widya hanya melihat satu jalan setapak, kelihatanya tidak terlalu curam, namun rupanya butuh ekstra perjuangan juga, disana, Widya merasakanya, perasaan yang tidak enak dari tempat ini, semakin kentara, hal itu, membuat Widya merinding.

Jalan setapak itu tidak terlalu besar, di kanan-kiri ditumbuhi rumput dan tumbuhan yang tingginya hampir sebahu Widya. Dari sela tumbuhan dan rumput, Widya bisa melihat hutan yang benar-benar hutan, pohon menjulang tinggi dengan tumbuh-tumbuhan di sekitarnya yang tidak tersentuh.

Sangat mudah mengikuti Bima, karena hanya tinggal mengikuti jalan setapak. Namun, setiap kali Widya berjalan, selalu saja, dari balik semak atau rerumputan, seperti ada yang bergerak-gerak. Kadang ketika Widya mencoba memandangnya, suara itu lenyap begitu saja.

Tanahnya keras, dan lembab. Namun Widya terus menembus jalanan itu, semakin lama semakin dingin, dan sudah beberapa kali Widya berhenti untuk menghela nafas panjang.

Jalanan ini, sepeti tidak berujung. Namun, bila kembali, Widya tidak akan tahu apa yang dikerjakan Bima disini. Hal yang cukup disesali Widya hanya satu, ia hanya mengenakan sandal selop. Memang, apa yang Widya lakukan malam ini, spontan karena penasaran, tanpa persiapan, tanpa teman, dan sesal itu, kian bertambah saat Widya mulai mendengar gending.

Ya. Suara yang familiar, nada yang dimainkan adalah kidung yang Widya dengar saat ia berada di bilik mandi, bersama Nur. Sedangkan alunan gamelan yang dimainkan adalah alunan yang sama saat Widya mencuri pandang pada penari yang menari di malam dia bersama Wahyu.

Bukanya lari, Widya semakin menjadi-jadi semakin jauh, suaranya semakin jelas, dan semakin jelas suaranya, semakin ramai bahwa di sana, Widya tidak sendirian.

Namun, yang Widya temui, adalah ujung Tipak talas, yaitu sebuah tumbuhan yang ditanam tepat di jalan setapak.

Tumbuhan itu, adalah tumbuhan beluntas. Tumbuhanya kecil, tapi rimbun, samping kiri kanan, sudah gak bisa di lewati, kecuali bila membawa parang, dan tentu saja butuh waktu yang lama untuk membabat semak belukar.

Namun, wangi tumbuhan beluntas seharusnya langu, namun yang ini, wanginya seperti aroma melati. Seperti tidak sadar, Widya sudah mengunyah daun itu, dan terus mengunyah.Widya baru sadar saat tenggorokanya tersayat batang beluntas yang tajam, dan di balik tumbuhan itu. Widya melihat jalan menurun, pantas saja, ia hanya bisa melihat ujung jalan setapak berhenti di sini.

Jadi, jalan menurunya ditutup oleh banyak sekali tumbuhan beluntas. Saat Widya menuruninya, ia sampai harus berdarah-darah meraih tanaman beluntas yang dililit tali puteri.

Di bawahnya, dia melihat Sanggar yang diceritakan Ayu dulu, dan sanggarnya benar-benar berantakan. Ada 4 pilar kayu jati yang dipangkas segi 4, memanjang ke atas dengan atap mengerucut, dari jauh terlihat seperti bangunan balai desa, namun lebih besar dengan lantai panggung.

Di sana, suara gamelan terdengar jelas sekali, seperti sumber suara gamelan itu ada di bangunan ini. Saat Widya mendekatinya, meski ragu, ia merasa kehadiranya tidak sendirian, ramai, seperti tempat ini penuh sesak, namun, tidak ada siapapun di sana, hanya dia sendiri, yang berjalan mendekati

Tepat ketika Widya menginjak anak tangga pertama, suara gamelan, berhenti, sunyi senyap dan hening sekali.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Situr Wijaya

Sumber: Jurnalnews.id

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X