Cerita Asli KKN di Desa Penari versi Widya, Lebih Horor dan Lengkap dari Thread SimpleMan

photo author
- Minggu, 15 Mei 2022 | 13:34 WIB
Film Desa KKN Penari  (tangkap layar /Instagram @manojpunjabimd)
Film Desa KKN Penari (tangkap layar /Instagram @manojpunjabimd)

Karena tidak sabar, Wahyu membuka paksa tas Widya dan mengambil bingkisan itu. Bukan koran lagi yang Wahyu temuin, namun daun pisang yang terbungkus di jajanan pemberian bapak tua itu.

Tepat ketika Wahyu membuka bingkisan itu. Semua orang melihat isi di dalam bingkisan itu, berlendir, dan aromanya sangat amis. Tidak salah lagi, di dalam bingkisan itu adalah kepala monyet yang masih segar dengan darah di daun pisangnya.

Setelah kejadian malam itu, Wahyu mengurung diri dalam kamar, 3 hari lamanya, kadang, ia masih tidak percaya dengan hal itu. Namun, bila mengingat bagaimana kepala-kepala monyet itu jatuh dari tanganya, rasa mualnya akan kembali, membuat wahyu harus memuntahkan isi perutnya.

Widya hanya mengulang kalimat mbah Buyut "Jangan menolak pemberian tuan rumah" sejatinya. Wahyu dan Widya sudah benar, meski ia tahu semua itu ganjil, namun mereka harus tetap mencicipinya, yang jadi masalahnya, hanya Widya yang sadar, bahwa yang menemani mereka bukanlah manusia.

Seandainya saja, Widya mengatakan keganjilan itu kepada Wahyu, menolak pertolongan mereka, menolak pemberian mereka, mungkin jalan cerita semua ini akan benar-benar berbeda. Bisa saja, justru, penolakan seperti itu akan mendatangkan balak (bencana) bagi mereka. Apapun itu, Widya sudah mengerti satu hal, ada hubungan yang secara tidak langsung, tentang dirinya dan sang Penari.

Malam itu, Widya baru selesai melihat prokernya yang dibantu beberapa warga desa, ketika langit sudah gelap gulita. Widya menyusuri jalan setapak desa, seperti biasa, suara binatang malam mulai terdengar, ia terus berjalan sampai melihat rumah tempat mereka menginap.

Seharusnya yang lain sudah ada di rumah, entah mencicil laporan proker atau mungkin sejenak beristirahat, namun anehnya, lampu petromax yang seharusnya menyala di depan rumah, mati.

Membuat rumah itu terlihat lebih sunyi, kelam, dan mengerikan. seolah rumah itu memanggil namanya."wes biasa" batin Widya, memantapkan hatinya.

Rumah ini memang masih terbilang baru bagi Widya dan yang lainya, namun, tempo hari, mendengar bahwa ada penunggu di belakang rumah, membuat Widya kadang tidak tenang, dan beberapa kejadian ganjil hampir pernah Widya alami, hanya saja apa yang Widya alami, apakah juga mereka alami, hanya saja mereka menutupi dan lebih memilih diam.

Kini, Widya sudah ada di depan pintu, mengetuknya, mengucap salam, dan kemudian melangkah masuk, dilihatnya ruang tengah, tempat biasa Ayu ada di sana, menulis laporan. Sayangnya tidak ada Ayu disana, hanya ruangan kosong.

Di teras rumah pun sama, seharusnya Wahyu dan Anto ada di sana, sedang bercanda seputar apa yang mereka lakukan hari ini ditemani asap rokok dari mulut mereka, atau suara Nur yang sedang mengaji, dan Bima yang entah apa yang ia lakukan selama tinggal di rumah ini.

Hanya Bima, yang masih terasa asing bagi Widya. Sayangnya, malam itu, tak ditemui satupun penghuni rumah ini, apakah Widya terlalu sore untuk pulang, sedangkan yang lain masih sibuk mengurus proker mereka masing-masing bersama warga.

Entahlah. Widya bersiap masuk ke kamar, saat, sekelebat perasaan tak nyaman itu muncul. Perasaan seolah ada yang mengawasi entah dari mana, dan menimbulkan rasa berdebar di dada. Ketika, suara tawa ringkik terdengar dari Pawon (dapur) rumah, saat itulah, Widya yakin, sesuatu ada di sana.

Sesuatu yang bukan lagi hal baru, ia harus memeriksanya. Ketika Widya menyibak tirai, ia melihat Nur, duduk di sebuah kursi kayu, matanya menatap lurus tempat Widya berdiri, ia masih mengenakan mukenah putihnya seolah-olah, ia baru menunaikan sholat dan belum menanggalkan mukenahnya, hanya saja, kenapa ia duduk diam seperti itu.

"Nur" "ngapain?" kata Widya. Nur masih diam, matanya seperti mata orang yang kosong.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Situr Wijaya

Sumber: Jurnalnews.id

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X