iNSulteng – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai memeriksa dugaan tindak pidana korupsi Proyek Gedung DPRD Morowali Utara (Morut), Sulawesi Tengah. Pemeriksaan dimulai 16 Juni 2022.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam surat panggilan oleh KPK Terhadap salah satu saksi, dengan nomor R-563/Lid.01.01/22/06/2022.
Surat yang diterbitkan KPK 7 Juni 2022 ditandatangani oleh AN. Pimpinan Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, AN. dir. Penyelidikan Endar Pryantoro.
Baca Juga: KPK Dalami Dugaan Bupati Ade Yasin Kumpulkan Uang dari Para Kontraktor
Dalam surat itu memanggil seorang yang bernama Pither Bandaso Anggota Panitia Pemeriksaan dan Penerima Hasil Pekerjaan Sekertariat DPRD Morut tahun 2017.
“Sehubungan dengan hal tersebut di atas saudara (Pither Bandaso) hadir pada Kamis 16 Juni 2022 pukul 09.30 WITA bertemu Rahardjo dan TIM bertempat di Polda Sulawesi Tengah Jl. Soekarno Hatta, Tondo, Palu, Sulawesi Tengah,” bunyi surat panggilan itu.
“Untuk diklarifikasi/didengar keterangannya terkait dugaan Tindak pidana Korupsi dalam pembangunan gedung Kantor DPRD Morowali Utara Tahap I tahun anggaran 2016 di Kabupaten Morowali Utara Sulawesi Tengah, dengan membawa KTP dan Identitas Saudara,” bunyi surat yang diterima iNSulteng.com (Promedi Teknologi Indonesia).
Dalam hal ini KPK juga telah menerbitkan surat perintah penyelidikan (sprin) dengan Nomor: sprin.lidik-56/Lid.01.00/01/05/2022 tanggal 27 Mei 2022.
Sebelumnya, dilansir dari Antara, KPK mengambil alih penanganan kasus dugaan korupsi pembangunan kantor DPRD Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, Tahap I Tahun 2016.
“Perkara tersebut sebelumnya ditangani oleh Polda Sulawesi Tengah dengan menetapkan empat orang sebagai tersangka. Penyidikan nya juga telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat 18 Februari 2022 lalu.
Pembangunan yang dikerjakan oleh MGK, sebuah perusahaan konstruksi itu bernilai kontrak setelah perubahan (addendum) sebesar Rp9.004.617.000.
Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kata Ali, kerugian keuangan negara/daerah dalam perkara tersebut diduga "total loss" dengan nilai setelah dipotong pajak sebesar Rp8.002.327.333.