morut

Praktisi Hukum: Putusan MK Nomor 138/PUU-XIII/2015 Perusahaan Sawit Harus Punya HGU Baru Boleh Mengelolah!

Kamis, 24 Oktober 2024 | 10:28 WIB
Praktisi Hukum perjelas Putusan MK No 138 tahun 2015. (Foto: Istimewa)

iNSulteng – Seorang Praktisi Hukum bernama Marthin M. Sianturi, S.H., MH mengatakan bahwa perkebunan sawit yang dikelolah jadi usaha harus punya tiga legalitas. Apa saja itu?

“Yang pertama harus punya ijin lokasi, atau yang sering dikatakan ijin prinsip, setelah adanya ijin prinsip atau lokasi, maka terbitlah yang namanya ijin Usaha Budidaya Perkebunan (IUPB), setelah ijin usaha budidaya perkebunan keluar barulah terbit yang namanya Hak Guna Usaha (HGU),” kata Marthin dilansir, Kamis 24 Oktober 2024.

Lanjut, dia mengatakan ijin usaha budidaya perkebunan  atau IUPB diperuntukan sebagai yang memperbolehkan perusahaan tersebut mengelolah tanaman sawit sesuai luas ijin yang diberikan.

Baca Juga: Wow, Mira Hayati Siap-Siap Dijemput Polisi, Kapolda Ultimatum Kosmetik Abal-Abal: Kita Akan Jemput Bola!

“Ijin ini juga harus berada di luasan yang telah ditentukan atau sebagaimana hak mereka atau HGU. Jadi perusahaan harus punya sertifikat HGU baru boleh mengelolah sawit dan batasan-batasannya berdasarkan HGU,” jelas dia.

Dia mengatakan yang perlu digaris bawahi proses perijinannya, misalnya IUPB terbit seluas 2000 hektar tetapi sampai hak HGU-nya keluar, luasan yang diperbolehkan Badan Pertanan Nasional (BPN) hanya 1.500 hektar.

“Maka secara normatip secara hukum positif yang diperbolehkan terhadap perusahaan tersebut untuk menanam kelapa sawit dan mengelolah kelapa sawit tersebut hanya berdasarkan HGU 1.500 hektar tadi,” katanya.

Pertanyaanya bagaimana jika perusahaan sawit menanam di luar HGU apakah perbuatan tersebut merupakan suatu pelanggaran hukum?

“Jelas (hal) tersebut merupakan pelanggaran hukum, karena kita liat berdasarkan uu 39 tahun 2014 tentang perkebunan pada pasal 42 disebutkan bahwa, pembangunan kebun kelapa sawit atau pengolahan dapat dilakukan apa bila sudah memiliki HGU, dan atau IUPB atau kedua-duanya. Namun UU perkebunan ini juga telah dianulir MK, putusan MK Nomor 138 tahun 2025 yang mana menghilangkan kata atau dalam peraturan ini sehingga menjadi komplit-lah peraturan berdasarkan UU perkebunan tersebut yang telah dianulir oleh MK,” bebernya.

Lebih jauh dia mengatakan, putusan MK No 138/2015 dihilangkan atau-nya sehingga yang sebelumnya bisa memiliki salah satu, misalnya ijin duluan baru HGU menyusul. Namun berdasarkan putusan MK tidak diperbolehkan jika hanya memiliki ijin tidak memiliki HGU tapi mengelolah kelapa sawit, jadi yang benar adalah harus memiliki ijin dan HGU.

“Jadi ini komplit dan saling melengkapi, tidak bisa hanya salah satu. Belum lagi dipertegas oleh Peraturan Menteri Pertanian (Perementan) No 5 tahun 2019 ini juga menegaskan putusan MK No 138. Permentan (mengatakan) perusahaan yang mengelolah (kebun sawit) harus memiliki ijin dan HGU, artinya kalau hanya memiliki ijin tidak memiliki HGU maka perkebunan tersebut illegal,” tegas Marthin.

APH DIMINTA USUT TUNTAS 

Menanggapi PT Agro Nusa Abadi (ANA) Grup Astra di Morowali Utara yang tidak punya HGU, LSM NCW mendesak Pemprov Sulteng tak membiarkan atau memberi ruang. “Pemprov jangan beri ruang PT ANA di Morowali Utara. Bila perlu usut pidananya,” jelas Anwar.

Selain itu Pemda Morowali Utara dijga dipertanyakan ada apa PT ANA dibiarkan beroprasi. Bahkan pihak Gub Sulteng terkesan ikut membiarkan.

Halaman:

Tags

Terkini

Penggiat Hukum Saran PT ANA Grup Astra Diaudit!

Minggu, 27 Oktober 2024 | 08:15 WIB