Sultan diberi wewenang oleh masyarakatnya untuk menjadi pemimpin dan pemerintah. Dalam melaksanakan pemerintahan, sultan mengutamakan kepentingan masyarakat dan tidak mementingkan keperluan pribadinya.
Pemerintahan sultan sepenuhnya dilaksanakan sesuai syariat Islam. Nilai-nilai budaya yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dipadukan dan membentuk tradisi pemerintahan.
Mbangga Mbaru (Garuda), lambang Kesultanan Bima Pemerintah Hindia Belanda berkuasa di Kesultanan Bima pada tahun 1908 dan menerapkan pemerintahan terpusat.
Wilayah Kesultanan Bima dibagi menjadi 5 distrik pemerintahan yaitu Distrik Rasanae, Distrik Donggo, Distrik Sape, Distrik Belo, dan Distrik Bolo. Distrik Rasanae dipimpin oleh Sultan, sedangkan Distrik Donggo dipimpin oleh Sultan Muda.
Distrik Sape dipimpin oleh Raja Bicara, Distrik Bolo dipimpin oleh Raja Sakuru. dan Distrik Bolo dipimpin oleh Rato Parado.
Pada tahun 1909, Kesultanan Bima digabung ke dalam Keresidenan Timur Hindia Belanda dengan pusat pemerintahan di Makassar.
Semua urusan kesultanan harus mendapat persetujuan pemerintah kolonial Belanda. Sultan Ismail Sultan Ismail adalah sultan ke-10 Kesultanan Bima. Ia adalah putra dari Sultan Abdul Hamid.
Kekuasaannya dimulai sejak pengangkatannya pada tanggal 26 November 1819.
Sultan Ismail berkuasa hingga tahun 1854. Selama masa kekuasaannya, Kesultanan Bima membangun banyak musala dan masjid di seluruh wilayahnya.
Pada awal pemerintahannya, masyarakat hidup miskin dan menderita kelaparan akibat letusan Gunung Tambora, serangan bajak laut, dan kemarau panjang.
Perekonomian Kesultanan Bima kemudian membaik setelah Sultan Ismail beralih patuh kepada Inggris.
Sultan Abdul Kadim Sultan Abdul Kadim adalah sultan kedelapan dari Kesultanan Bima. Ia berkuasa sejak tanggal 9 Februari Sultan Abdul Hamid Sultan Abdul Hamid adalah putra dari Sultan Abdul Kadim.
Ia memerintah mulai tahun 1773 M. Pada masa pemerintahannya, perdagangan di wilayah Kesultanan Bima telah menjadi hak monopoli Belanda. Ia kemudian berperan dalam mempermudah izin pelayaran kapal-kapal di wilayah Kesultanan Bima.
Sultan Muhammad Salahuddin Sultan Muhammad Salahuddin adalah putra Sultan Ibrahim. Ia berkuasa pada tahun 1915 dan mengubah keadaan politik dan pemerintahan.
Selama pemerintahannya, ia mendirikan sekolah Islam di Raba dan Kampo Suntu. Selain itu, masjid-masjid didirikan di tiap desa dalam wilayah Kesultanan Bima. Sultan Muhammad Salahuddin juga mendirikan peradilan urusan agama yang disebut Badan Hukum Syara.