Sehingga kepemimpinan sementara diberikan ke Ncuhi Dara, penguasa wilayah Tengah atau Kota Bima sekarang. Dua anak Sang Bhima kemudian datang ke Bima, bernama Indra Jamrud dan Indra Kumala.
Keduanya datang dengan membawa La Gunti Rante sebagai identitas yang menandakan mereka anak keturunan Sang Bhima, mereka tiba dan disambut di wilayah Ncuhi Hu'u. Ncuhi Hu'u kemudian melaporkannya ke Ncuhi Parewa mengenai kedatangan keduanya, kemudian Ncuhi Parewa membawanya ke Ncuhi Dara yang saat itu menjadi pusat Dana Mbojo/Bima.
Indra Jamrud dibekali kemampuan sebagai pelaut dan nelayan, sedangkan Indra Kumala dibekali kemampuan ahli pertanian. Sebelum salah satunya diangkat sebagai raja Bima, Indra Jamrud diasuh oleh Ncuhi Dara, sementara Indra Kumala diasuh oleh Ncuhi Dorowuni, penguasa wilayah Timur.
Namun Indra Jamrud lah yang diangkat menjadi raja dengan gelar Ruma Sangaji (Dalam kitab Bo' Sangaji Kai Bima). Ruma berarti tempat berlindung; yang mulia.
Sangaji berasal dari bahasa sangsekerta, yaitu Sang dan Aji, dimana Sang bermakna personalisasi atau identifikasi untuk menyebut manusia, makhluk hidup lain, atau benda mati yang dianggap memiliki martabat tinggi, sementara Aji berarti Yang Mulia atau Yang Agung.
Sehingga gelar Sangaji dapat disimpulkan sebagai Baginda Raja Yang Mulia/Yang Agung. Peta sebaran utama Suku Mbojo dan wilayah utama Kerajaan Bima (Era Kerajaan) sebelum dibagi menjadi Bima Timur dan Bima Barat (Dompu) pada abad 13/14 masehi.
Indra Jamrud memberi nama Bima sebagai nama kerajaan untuk menghormati Sang Bhima yang telah merintis berdirinya kerajaan Bima.
Ia membangun istana pertamanya bernama Asi Wadu Perpati dengan gotong royong bersama masyarakat di bawah pimpinan Bumi Jero sebagai kepala bagian pembangunan dan pertukangan.
Sedangkan Indra Kumala dikabarkan menghilang di salah satu mata air yang terletak di bagian timur pusat kota Bima, sekarang menjadi situs Oimbo, yang berasal dari kata Oi Mbora (Oi=Air, Mbora=Hilang) yang artinya mata air tempat hilangnya Indra Kumala. Aksara Bima Kuno, disebut Tunti Mbojo, pengembangan dari Aksara Pallawa-Kawi.
Peta pembagian wilayah utama Kerajaan Bima Timur (Bima) dan Bima Barat (Dompu) pada abad 13/14 masehi. Dalam sejarahnya, wilayah Kerajaan Bima kemudian dibagi menjadi dua (Timur dan Barat).
Wilayah barat (meliputi Kencuhian Saneo, Papekat, Kangkelu, dan Taloko) dipisahkan menjadi kerajaan Bima Barat bernama Kerajaan Dompu, dengan raja pertamanya Sangaji Indra Kumala (bukan adik Indra Jamrud; hanya memiliki kesamaan nama).
Nama Dompu sendiri berasal dari kata Dompo/ Padompo yang diartikan sebagai daerah atau wilayah yang dipotong atau dipisahkan. Sementara Kerajaan Bima Timur tetap dengan nama Kerajaan Bima (meliputi Kencuhian Dara, Dorowuni, Banggapupa, Pabolo, dan Parewa).
Namun dipersatukan kembali oleh Kerajaan Bima (Timur) saat misi ekspansi wilayah Bima hingga ke Bumi Alor (NTT) di abad 15 oleh Sangaji Ma Wa’a Bilmana. Aksara Bima Baru, yang mendapat pengaruh dari hubungan dagang yang intens dengan Bugis-Makassar sekitar abad 17 masehi, disebut Tunti Bou.
Sebelum digantikan dengan Aksara Pegon/Arab Melayu pada 13 Maret 1645 M, lima tahun setelah pengangkatan Sultan Bima Ke-2.
Awal Kesultanan Mahkota Sultan Bima Peta sebaran utama Suku Mbojo dan wilayah utama Kerajaan Bima di awal-awal memasuki era kesultanan pada abad 17 masehi. Lukisan Kediaman Sultan Bima.