Dalam kesempatan yang sama, dr. Piprim menegaskan, semakin lama jeda antara proses memasak dengan konsumsi, risiko kontaminasi semakin tinggi.
Baca Juga: Sambutan Hangat dan Dukungan Penuh Gubernur Anwar Hafid Jelang Muswil Dekopinwil Sulteng!
Ketua IDAI menyebut teori keamanan pangan harus ditegakkan secara disiplin, terutama dalam program sebesar MBG yang menyangkut nyawa anak-anak.
“Karena kan kalau konsepnya MBG seringkali disiapkannya malam. Sampai sekolah itu pagi dimakannya siang. Jadi memang sudah ada waktu yang panjang,” imbuhnya.
Di sisi lain, Ketua Unit Kerja Koordinasi Emergensi dan Terapi Intensif Anak IDAI, dr. Yogi Prawira, SpA(K) menambahkan bahwa standar keamanan pangan seharusnya jelas.
Hal tersebut terkait makanan matang tidak boleh dibiarkan lebih dari 4 jam di suhu ruang. Lebih dari itu, risiko pertumbuhan bakteri meningkat drastis.
Kontaminasi dari Dapur hingga Distribusi
Menurut dr. Yogi, kontaminasi bisa muncul sejak bahan mentah disiapkan hingga proses distribusi. Suhu masak pun wajib memenuhi standar internasional.
Ia lantas menyebut, daging sapi minimal 71 derajat celsius, ayam 74 derajat, ikan 63 derajat, dan telur harus matang sempurna.
“Kalau ternyata yang menyebabkan keracunan bukan dari makanannya, tapi dari tangan yang terkontaminasi, itu juga bisa. Tapi mungkin jumlah korbannya tidak akan sebanyak itu,” jelas Yogi dalam kesempatan yang sama.
Investigasi dan Pengakuan BGN
Di lain pihak, Badan Gizi Nasional (BGN) mengaku menemukan pelanggaran SOP dalam kasus Cipongkor, Bandung Barat.
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang sempat menuturkan pihaknya menutup dua dapur yang terbukti bermasalah karena makanan disiapkan jauh sebelum waktu aman konsumsi.
Baca Juga: Siap Tempur! Oppo A6 Pro Hadir dengan Standar Militer, Baterai Jumbo, dan RAM 8 GB!