“Ini menunjukkan bahwa kekayaan alam dan budaya kita belum optimal dijadikan nilai tambah ekonomi,” kata Irfan.
Ia menekankan bahwa sektor pariwisata memiliki potensi efek berganda (multiplier effect) yang besar karena melibatkan banyak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pelaku industri kreatif, hingga sektor transportasi dan jasa lainnya.
Oleh sebab itu, dibutuhkan strategi komprehensif dalam membangun ekosistem pariwisata yang tidak hanya menonjolkan destinasi, tetapi juga menjamin keberlanjutan dan inklusivitasnya.
Dialog Lokakarya Sulteng 2025 ini diharapkan menjadi momentum untuk menyatukan visi dan langkah strategis menuju penguatan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif yang lebih tangguh, berkelanjutan, dan inklusif di Sulawesi Tengah, khususnya Kota Palu sebagai salah satu pusat pertumbuhan utama. ***