Pengelolaan Tambang Emas Kayuboko Diduga Tak Kantongi Izin, Papeda Tekankan Segera Ditindak !

photo author
- Sabtu, 31 Oktober 2020 | 22:29 WIB
Salah satu dampak pertambangan di Kayuboko (Parigimoutong, Sulawesi Tengah)
Salah satu dampak pertambangan di Kayuboko (Parigimoutong, Sulawesi Tengah)

“Saat ini, kami sudah tidak bisa lagi menggunakan air sungai, sebab airnya sudah kotor dan sangat keruh. Sebelum ada aktivitas tambang, air sungai ini kami butuhkan untuk beberapa keperluan hidup termasuk mengambil air minum, mencuci, mandi, serta mengairi lahan sawah kami. Kalau, sekarang air sungai ini hanya dibutuhkan untuk mengairi lahan sawah saja. Tapi, karena keadaan airnya sudah seperti ini, akhirnya banyak juga petani yang mengeluh dan melakukan protes terhadap pihak pengelola tambang,” imbuhnya.

Terpisah, Direktur Perkumpulan Paralegal dan Penggiat Desa (Papeda) Kabupaten Parigi Moutong, Zulkifli Lamasana menjelaskan dalam pelaksanaan aktivitas kegiatan pertambangan tentunya ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Termasuk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Parigi Moutong yang tertuang dalam Peraturan dearah (Perda).

“Sebelumnya harus dipastikan dulu apakah Desa Kayuboko, Kecamatan Parigi Barat, masuk dalam rencana kawasan tambang sesuai Perda RTRW Parigi Moutong. Kalau tidak berarti aktivitas pertambangan diwilayah itu tidak dibenarkan apapun alasannya. Karena, Perda RTRW Parigi Moutong Tahun 2010-2030, ada beberapa kecamatan termasuk Kecamatan Parigi Barat itu masuk dalam rencana pengelolaan kawasan lindung kabupaten seluas kurang lebih 148.690 hektar. nah, jangan sampai ini diserobot,” katanya.

“Dan yang paling penting adalah aspek lingkungan, berkaitan dengan dokumen lingkungan baik UKL-UPL ataupun Amdal, hingga bermuara pada Izin Lingkungan. Sebab, aspek ini sangat mempengaruhi keberlangsungan hidup warga, yang berpotensi terkena dampak dari aktivitas itu,” ungkapnya. 

Melihat sungai
Melihat sungai (yang diduga tercemar)

Selain itu, dalam kegiatan yang dilakukan, pihak pengelola juga harus mengantongi Izin Pengelolaan Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) sebelum melakukan pengelolaan. Sehingga, Hal ini tidak mengancam hajat hidup masyarakat banyak, akibat pencemaran media lingkungan dari limbah yang dihasilkan.

Baca Juga: Jalur Trans Sulawesi di Tolitoli Tertutup Longsor

Ketika merujuk pada peraturan perundang-undangan, bahan merkuri termasuk dalam kategori Limbah B3 sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

“Kalau benar aktivitas pertambangan di Desa Kayuboko belum mengantongi izin pengelolaan Limbah B3. Dipastikan akan membahayakan warga sekitar. Apalagi, limbahnya itu dibuang ke sungai,” tuturnya.

Dia menjelaskan, penambang emas yang membuang limbah ke sungai dapat dikategorikan perbuatan dumping (pembuangan), berupa membuang, menempatkan, dan memasukkan limbah dalam jumlah, waktu dan lokasi tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.

“Makanya, dumping hanya dapat dilakukan dengan izin yang dikeluarkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Gubernur atau Walikota/Bupati sesuai dengan kewenangannya yang telah ditentukan dengan tata cara dan pensyaratan tertentu, sesuai amanat Pasal 59 huruf 4 dan Pasal 61 huruf 1, undang-undang PPLH,” jawabnya.

Apabila, dumping limbah ke sungai dilakukan tanpa izin. Maka, penambang emas sudah melangar Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup (PPLH), yang tertera dalam Pasal 60, akibatnya dapat dipidana penjara selama tiga (3) tahun dan denda paling banyak Rp. 3 Milyar, sebagaimana diatur dalam Pasal 104.

Baca Juga: Aktivitas Tambang Kayuboko di Parigi Moutong Diduga Cemari Sungai !

Sementara itu, setiap orang yang menghasilkan Limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan, dapat dipidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga (3) tahun dan denda paling sedikit Rp. 1 Milyar, dan paling banyak Rp. 3 Milyar, sanksi ini tertuang pada Pasal 103, undang–undang PPLH.

“Jadi, kalau pertambangan emas ini terus dilakukan tanpa izin, tentu ukuran pengurangan dan penghapusan penggunaan merkuri dan bahan berbahaya lainnya tidak dapat diketahui. Artinya, pihak pengelola penambang emas tersebut, seinginnya menggunakan bahan-bahan berbahaya itu, entah skala penggunannya besar ataupun kecil. Apalagi, tidak disertai ukuran dan teknis penggunaan. Sekaligus, standar pengelolaan dan pembuangan limbah merkuri dan bahan berbahaya lainnya,” tekannya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Selvanti

Tags

Rekomendasi

Terkini

X