iNSulteng - Gerhana Bulan Total atau Super Blood Moon merupakan bukti bahwa bentuk Bumi itu bulat.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin yang mana hal ini menepis anggapan sekelompok orang yang berpendapat bahwa Bumi itu datar.
“Jadi bentuk lengkung hitamnya itu yang membatasi antara bagian yang gelap dan bagian yang terang itu karena bayangan bumi. Dan bentuk lengkung itu menunjukkan bentuk bumi ini bulat,” jelasnya saat menjelaskan fenomena gerhana bulan yang disiarkan langsung di kanal Youtube Lapan RI, Rabu 25 Mei 2021.
Baca Juga: Open BO Saat Hamil, Ini Tanggapan Ratu Rizky Nabila
Fenomena gerhana bulan jelasnya nampak di permukaan bulan itu sendiri. Jadi dari manapun orang bisa melihat bulan atau purnama, maka bentuknya akan sama. Berbeda dengan gerhana matahari yang fenomenanya berada di permukaan bumi.
“Ketika bayangan bulan mengenai permukaan bumi. Sehingga kejadian di satu tempat berbeda dengan tempat yang lain ,” jelasnya.
Gerhana bulan kali ini menurutnya memiliki hal yang istimewa karena bulan berada pada jarak terdekat bumi yakni sekitar 357 ribu kilometer. Jarak ini lebih dekat dibanding rata-ratanya yakni 384 ribu kilometer.
Baca Juga: Dolar AS Berbalik Naik, Yen Jungkir Balik Karena Prospek Ekonomi Berbeda
“Dampaknya, bulan malam ini akan lebih besar dibandingkan rata-ratanya dan lebih terang. Itu sebabnya gerhana kali ini disebut sebagai super moon karena ukurannya besar,” jelasnya.
Dan saat Gerhana Bulan Total ini pun lanjutnya, warnanya merah dan sering disebut sebagai blood moon. Ketika dua hal ini, yakni ukuran yang besar dan warna merah digabung, maka sering orang menyebutnya sebagai super blood moon.
“Super moon, blood moon itu bukan istilah astronomi. Itu istilah yang berlaku di masyarakat yang kemudian dijadikan istilah di media,” jelasnya. Terkait dengan dampak dari gerhana bulan ini,
Baca Juga: Bocoran Pencairan BLT UMKM Mekaar Tahap 3, Cek di Sini
Thomas Djamaluddin menjelaskan secara umum tidak ada dampaknya. Hanya saja jelasnya, diferensial gravitasi bulan dan bumi menyebabkan air laut pasang dan surut.
“Karena bulan saat ini pada jarak yang terdekat, maka diferensial gravitasi ini menyebabkan pasang air laut itu menjadi maksimum. Ditambah lagi posisinya yang segaris dengan matahari, efek dari diferensial gravitasi matahari juga memperkuat,” jelasnya.
Baca Juga: Pastikan Keamanan Ibadah Hari Waisak 2021, Polres Buol Lakukan Pengamanan di Vihara