Soal Kebijakan Larangan Mudik Lebaran 2021, Sosiolog: Sebaiknya Tempat Wisata Tutup

photo author
- Sabtu, 17 April 2021 | 21:54 WIB
Sosiolog Universitas Udayana, Bali Wahyu Budi Nugroho (ANTARA)
Sosiolog Universitas Udayana, Bali Wahyu Budi Nugroho (ANTARA)

iNSulteng - Kebijakan Larangan Mudik Lebaran 2021 mendapat sanggahan dari Sosiolog Universitas Udayana Bali Wahyu Budi Nugroho.

Pasalnya, Jika Larangan Mudik Lebaran 2021 tidak dibarengi dengan penutupan tempat wisata seperti terkesan setengah hati.

Baca Juga: 4 Fakta Pelaku Penganiayaan Perawat RS Siloam, yang Terakhir Baru Terungkap

"Sebaiknya tempat wisata juga ditutup bersamaan dengan tenggang waktu larangan mudik sehingga kebijakan untuk mencegah naiknya kasus COVID-19 tidak terkesan setengah-setengah," kata Sosiolog Unud Wahyu Budi Nugroho saat dikonfirmasi di Denpasar, Bali, Sabtu.

Ia mengatakan jika dalam penerapan kebijakan larangan mudik terjadi penolakan, dan wisata ditutup, pemerintah bisa memberikan bantuan bagi pelaku industri seperti pemberian insentif bagi sektor jasa transportasi.

Baca Juga: Mengutuk Keras Penganiayaan Perawat di Palembang, KNPI Palu Minta Negara Hadir

"Bisa jadi yang paling menolak kebijakan ini adalah pelaku bisnis pariwisata (jika wisata ditutup) dan sempat ada wacana pemerintah memberikan insentif bagi sektor jasa transportasi. Pemerintah juga bisa memberikan bantuan untuk pelaku industri pariwisata supaya resistennya tidak terlalu keras," katanya. 

Selain kebijakan larangan mudik, moda transportasi juga diminta tidak beroperasi selama 6 sampai 17 Mei 2021, untuk menekan penyebaran COVID-19. Kata Wahyu situasi ini juga akan memberikan pengaruh yang signifikan bagi jasa transportasi.

"Tetapi kemarin ada wacana yang cukup baik dari pemerintah untuk memberikan insentif bagi sektor jasa ini guna mengurangi kerugian atau berkurangnya pemasukan akibat larangan mudik," katanya.

Baca Juga: Soal Penganiayaan Perawat di Palembang, PPNI Banggai: Kami Mengutuk Keras

Ia mengatakan larangan mudik diperkirakan akan sulit terealisasi karena adanya faktor budaya dan tradisi yang kuat. Kata dia, sudah menjadi kebiasaan bahkan budaya dalam masyarakat kita untuk berkumpul bersama keluarga besar pada hari-hari besar keagamaan.

"Namun, pada masa pandemi ini, masyarakat harus terus dirasionalkan dan diingatkan bahwa pulang ke kampung halaman, apalagi menggunakan kendaraan umum, sangatlah berisiko," katanya.

Baca Juga: Survei : Dua Parpol Bakal Kuasai Jakarta, Bukan Lagi Gerindra dan PKS

Menurutnya, tidak wajar jika masa pandemi ini masih ada yang nekat untuk mudik, karena kasus COVID-19 di tanah air masih fluktuatif, bahkan belum pernah berkurang secara signifikan.

"Jika kita melihat kasus di negara-negara lain yang justru kembali mengalami kenaikan, Jerman misalkan, baru saja kembali melakukan kebijakan lockdown," katanya.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Marhum

Tags

Rekomendasi

Terkini

X