iNSulteng – Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun menyebut Indonesia masih melihat kekuatan sebagai sebuah sumber kenikmatan.
Hal itu disampaikan saat menanggapi mundurnya Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin yang kini menjadi sorotan para oposisi dan pakar Indonesia.
Awalnya Refly Harun mengatakan jika mundurnya Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin karena sadar gagal menangani Covid-19.
Baca Juga: Refly Harun Prihatin dengan Hukum di Indonesia, Penangkapan dr. Lois Owien Berbahaya Buat Demokrasi
Baca Juga: Kemnaker Sedang Transfer BSU Untuk 947.499 Pekerja, Cek Lagi Rekening Dapatkan Rp1 Juta!
Muhyiddin Yassin resmi mundur sebagai Perdana Menteri Malaysia setelah mengajukan surat pengunduran diri kepada Raja Sultan Abdullah Alam Ahmad Shah pada Senin, 16 Agustus 2021.
Menurut Refly Harun, mundurnya Muhyiddin Yassin karena tekanan oposisi dan publik yang terus menerus dikritik.
"Karena terus menerus dikritik selama penanganan Covid-19, Malaysia dinilai perlemen gagal dan buruk dalam menghadapi Covid-19,,” katanya seperti dikutup iNSulteng.com dari kanal di YouTube Refli Harun pada Selasa, 17 Agustus 2021.
Mengenai situasi yang terjadi kepada PM Malaysia, Refly Harun lantas mengaitkan dengan apa yang ada di Indonesia.
Baca Juga: Dana BSU Cair Rp1 Juta Cek Rekening, Ini Cara Mengetahui Infonya di BPJAMSOSTEK
Baca Juga: NIK KTP Tidak Terdaftar di eform.bri.co.id/bpum, Lakukan 3 Langkah Ini Rp1 Juta dari BPUM Cair!
Ia menjelaskan beda cara pengunduran diri kepala negara di Malaysia dan Indonesia, karena sistem kedua Negara ini memiliki perbedaan.
Malaysia diketahui menganut sistem parlementer, karena itu harus mendapat dukungan penuh dari parlemen.
Karena itu, seorang kepala Negara harus memiliki dukungan yang kuat dari mayoritas parlemen. Jika tidak ada yang mendukung atau dukungan berkurang maka secara politik akan runtuh.