palu

Galangan Kapal Fiktif? APKAN RI Ungkap Kejanggalan Sertifikat Kapal Perkasa Emas yang Beroperasi di Sungai Lariang!

Minggu, 9 November 2025 | 22:48 WIB
Sekertaris APKAN Bahtiar Salam Saat Berada di Kantor KPK (Foto: Dok. Pri)

iNSulteng - Aliansi Pemantau Kinerja Aparatur Negara Republik Indonesia (APKAN RI) DPW Sulawesi Barat menyoroti dugaan kejanggalan terkait sertifikat Nasional Sistem Anti Teritip yang dikeluarkan oleh Kepala Seksi Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Teluk Palu. 

Sertifikat dengan Nomor: AI.601/65/1074/KSOP.TIk.Palu/2025 tertanggal 9 Oktober 2025 tersebut diberikan kepada kapal Perkasa Emas.

Sekretaris APKAN RI DPW Sulawesi Barat, Bahtiar Salam, mengungkapkan bahwa kejanggalan muncul karena sertifikat mencantumkan bahwa sistem anti teritip telah diterapkan dan kapal telah menjalani pembersihan (docking) oleh CV. MIBRAS LAUTINDO DAKSA di galangan kapal Tosale, Kabupaten Donggala, pada Juni 2024.

Baca Juga: Penggiat Hukum Moh.Falar Soroti Dugaan Ketidakadilan Dalam Proses Pembagian Lahan di Morowali Utara!

Baca Juga: Di Balik Rencana Menkeu Purbaya Bangun Industri Hasil Tembakau, Ada Pusaran Pasar yang Dinilai Bikin Gigit Jari

"Kami mempertanyakan validitas lokasi galangan kapal Tosale tersebut. Sepengetahuan kami, di Provinsi Sulawesi Tengah hanya terdapat dua galangan kapal yang berlokasi di Kabupaten Luwuk dan Kabupaten Morowali," ujar Bahtiar.

Lebih lanjut, Bahtiar menambahkan bahwa pihak CV. Mibras Lautindo Daksa juga telah memberikan keterangan yang membantah bahwa kapal Perkasa Emas yang beroperasi di Sungai Lariang, Kecamatan Tikke, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat, pernah melakukan pembersihan atau docking di tempat mereka.

Dengan adanya indikasi ini, Bahtiar menduga adanya potensi pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh pemilik kapal Perkasa Emas sebagai salah satu syarat pengajuan perpanjangan izin kepada KSOP Kelas II Teluk Palu.

APKAN RI mendesak Kepala KSOP Kelas II Teluk Palu untuk melakukan evaluasi ulang terhadap berkas dan administrasi pengajuan perpanjangan izin kapal tersebut. 

"Jika ditemukan adanya cacat administrasi, kami meminta agar izin tersebut dibatalkan," tegas Bahtiar.

APKAN RI berencana melaporkan temuan ini kepada aparat penegak hukum untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut. 

Bahtiar menekankan bahwa jika terbukti ada pemalsuan dokumen, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana yang melanggar Pasal 263 KUHP, dengan ancaman hukuman pidana penjara selama 6 tahun dan denda sebesar 2 miliar Rupiah.

Polemik ini menyoroti perlunya pengawasan dan verifikasi yang lebih ketat terhadap dokumen perizinan di sektor perhubungan laut. 

Hal ini penting untuk mencegah praktik-praktik ilegal yang berpotensi merugikan negara dan masyarakat.***

Tags

Terkini