iNSulteng - Wacana yang disampaikan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI La Nyalla Mahmud Mattalitti bahwa DPD yang merupakan utusan seluruh daerah di Indonesia idealnya bisa menjadi saluran bagi putra/putri terbaik bangsa nonpartisan yang ingin maju sebagai calon presiden/wakil presiden dari jalur perseorangan.
Seiring dengan mengemukanya kembali peserta pilpres dari jalur independen, wacana amendemen ke-5 UUD NRI Tahun 1945 juga kembali ke permukaan.
Baca Juga: Bisakah Calon Presiden Maju Tanpa Partai Politik?
Dalam perjalanan sejarah konstitusi, kali pertama melakukan amendemen terhadap UUD 1945 melalui Sidang Umum MPR RI pada tanggal 14-21 Oktober 1999.
Amendemen kedua sampai keempat UUD 1945 melalui Sidang Tahunan MPR RI, yakni amendemen kedua pada tanggal 7-18 Agustus 2000, amendemen ketiga pada 1-9 November 2001, dan amendemen keempat pada 1—11 Agustus 2002.
Alasan yang mengemuka terkait dengan amendemen kembali terhadap UUD NRI Tahun 1945, antara lain demi perbaikan dan koreksi atas perjalanan amendemen pertama hingga keempat mulai 1999 hingga 2002 sekaligus pintu masuk jalur perseorangan atau nonpartai politik agar bisa ikut ambil bagian dalam pesta demokrasi pilpres.
Baca Juga: Link Live Streaming Prosesi Lamaran Rizky Billar dan Lesti Kejora
Hal ini mengingat dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan bahwa warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Disebutkan pula dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Dalam Pasal 28D Ayat (3) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Terkait dengan sejumlah pasal dalam konstitusi tersebut, La Nyalla mempertanyakan mengapa untuk menjadi kepala pemerintahan, dalam hal ini untuk menjadi calon presiden/wakil presiden, harus anggota atau kader partai politik saja.
Baca Juga: Sisi Lain Lika Liku Kehidupan Lesti Kejora Sebelum Menjadi Bintang
Itu pun tidak semua partai bisa mengusung kadernya karena adanya presidential threshold. Jadi, di sini sebenarnya telah terjadi ambiguitas dan sesuatu yang paradoksal.
Sebaiknya pembuat undang-undang (pemerintah dan DPR RI) perlu mencatat masukan dari anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini bahwa calon independen ini tidak perlu terlalu jadi persoalan jika ada skema yang lebih leluasa untuk pencalonan presiden/wakil presiden melalui penghapusan persyaratan ambang batas pencalonan presiden/wapres.
Kalau calon independen, mau tidak mau harus mengubah konstitusi. Akan tetapi, kalau penghapusan ambang batas pencalonan, hanya pada level perubahan undang-undang tanpa perlu mengamendemen UUD NRI Tahun 1945. ***