iNSulteng— Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang sulit terjangkau, atau TPS yang tidak dapat diakses oleh penyandang disabilitas dapat menghilangkan hak pilih masyakat, dan berpotensi adanya dugaan tindak pidana pemilihan dengan sengaja yaitu menghilangkan hak pilih masyarakat.
Demikian diungkapkan Anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo, pada saat peluncuran TPS Rawan 2020, di Media Center Bawaslu, Jakarta, Selasa, 8 Desember 2020.
Mantan ketua Bawaslu Sulawesi Tengah itu ikut menegaskan sembilan kerawanan di TPS berpotensi adanya dugaan pelanggaran tindak pidana pemilihan atau pelanggaran administrasi, apabila tidak dibenahi oleh jajaran KPU.
Baca Juga: Simak, Bawaslu Temukan 49.390 TPS Rawan di 30 Provinsi
“Kerawanan TPS yang tidak sesuai dengan protokol kesehatan (Prokes) pencegahan penyebaran covid-19 berpotensi adanya pelanggaran administrasi. Hal ini menurutnya berdasarkan ketentuan Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2020,” ungkapnya lagi.
Potensi pelanggaran lainnya, lanjut dia, yaitu kerawanan TPS yang terdapat pemilih tidak memenuhi syarat tetapi terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT).
“Jika kondisi ini tidak terselesaikan sebelum pelaksanaan pemungutan suara atau dibiarkan oleh oknum penyelenggara Ad-hoc (sementara) berpotensi menimbulkan pelanggaran. Warga negara Indonesia yang tidak memiliki hak pilih, tetapi diberi kesempatan untuk memilih juga ada dugaan tindak pidana pemilihan,” tegasnya lagi.
Hal sebaliknya, menurut Dewi juga berpotensi tindak pidana apabila pemilih yang telah memenuhi syarat, namun tak diberikan kesempatan memilih. Hal tersebut baginya menghilangkan hak pilih warga negara.
“Kita melihat pentingnya memetakan TPS rawan sebagai bagian penting dari Bawaslu untuk merencakan langkah-langkah pencegahan pengawasan dan bagaimana mengambil tindakan cepat dalam proses penanganan pelanggaran jika terjadi,”ujarnya.
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mempertanyakan kerawanan TPS yang terdapat penyelenggara pemilihan terinfeksi Covid-19.
“Apakah saat hari H bisa melaksanakan tugas atau tidak? Jika tidak bisa melaksanakan tugas apakah ada penggantinya? Jika tidak ada pengganti, bagaimana skenario yang akan dikeluarkan KPU menghadapi hal tersebut, " tanya Bagja.
Dia berharap KPU dapat mengantisipasi hal tersebut dan berkoordinasi ditingkat jajaran provinsi dan kabupaten/kota.***