Baca Juga: Ledakan Terdengar di Pasar Keurea Morowali, Sebabkan Kebakaran Hebat!
Jika belajar ngaji, belajarlah yang benar. Jangan hanya ngaji main-main, tidak pernah mencatat. Hanya mendengar lalu pulang lagi. Itu tidak benar. Mengajilah yang benar. Dengarkan ustadz bicara dan benar-benar pahami. Kalau tidak mencatat maka berusahalah memahami. Beda antara orang menghadiri pengajian yang hanya mendengar dengan yang konsentrasi. Pahalanya berbeda. Sama-sama kita beribadah namun pahalanya berbeda.
Kalau mengerjakan sesuatu perkara dunia pun harus serius. Berjualan benar-benar berjualan. Yang berjualan mie ayam misalnya, harus benar-benar. Mienya dibuat yang baik, bagaimana caranya mie yang bagus. Itu namanya usaha yang mendapat pahala jika kita berusaha menghidangkan mie yang enak dan disukai banyak orang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ ـ عَزَّ وَجَلَّ ـ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla menyukai jika salah seorang kalian mengerjakan sesuatu, dia mengerjakannya dengan sebaik-baiknya (bersungguh-sungguh).” (HR. Abu Ya’la dan Ath Thabrani)
Baca Juga: Studi: Orang yang Sinis Lebih Mungkin Terkena Penyakit Jantung
Tatkala kita sudah menjalankan sebab-sebab seperti ini; serius dalam bekerja, kemudian bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan kebahagiaan. Sehingga jika terjadi sesuatu, hati kita lapang dan mudah mengatakan, “Saya sudah berusaha, saya tidak menyalahkan diri saya.”
Tapi yang jadi masalah adalah kalau kita malas dan tertimpa musibah lalu mengatakan, “Ini karena memang saya kemarin begini, mengapa kemarin begini.” Akhirnya adalah datang syaithan kemudian menjadikan kita gelisah.***